
Tahun 2010-2012 adalah era eksplorasi, dimana jika kalian ingat, saat Android masih seumur jagung, saat HTML5 baru naik daun, saat Samsung pertama kali merilis android phone, dan saat teknologi seperti Cordova/PhoneGap masih dianggap ajaib karena bisa bikin app lintas platform.

Awal Era Android Mulai Populer (source: gsmarena)
➡️ Di era itu, siapa pun yang bisa “menyulap” teknologi web menjadi mobile app dianggap keren.
Sekarang? Semua hal itu sudah menjadi komoditas, bahkan usang. Framework di era ini sangat melimpah, template siap pakai, AI bisa bantu koding, bahkan informasi bisa didapat dari AI dan web dalam hitungan detik.
Dulu orang terkagum karena kamu bisa “membuat sesuatu dari nol.”
Sekarang orang menilai dari “apa value unik dari hal yang kamu buat.”
Sebuah Perubahan
Dulu orang mau baca blog panjang, download aplikasi edukatif, eksplor sendiri, hingga membeli buku tutorial di Gramedia.
Sekarang, orang lebih suka sesuatu yang instan, visual, dan interaktif. Apalagi ditambah dengan adanya AI.
Pada era sekarang, sebuah blog seakan sudah sangat usang, tapi sebenarnya masih relevan, dimana perannya sudah berubah: blog bukan lagi tempat utama belajar, melainkan tempat rujukan atau validasi setelah menonton sesuatu di YouTube atau TikTok.
Sebuah Fenomena
Bagi kalian yang berada di era itu dan sekarang harus keep up dan merasa ketinggalan zaman. Maka itu adalah persepsi yang salah.

Kalian bukan ketinggalan zaman, kalian berasal dari generasi yang membangun fondasi dunia digital sekarang.
Orang-orang 2010–2014 itu adalah generasi “pioneer” yang menulis blog ketika belum ada Medium, membuat app ketika belum ada ReactNative dan Flutter, membuat web platform sebelum populernya React, membuat library sewaktu nodeJS masih seumur jagung, hingga belajar SEO ketika belum ada Ahrefs.
- Medium dirilis tahun 2012
- ReactNative dirilis tahun 2015, sedangkan Flutter di 2018
- nodeJS pertama rilis tahun 2009
- Ahrefs rilis di 2010
Tapi, setelah perkembangan dunia teknologi jadi sangat cepat, kadang muncul rasa “kok sekarang susah ya ikut irama?”
Padahal bukan kamu yang melambat, akan tetapi ekosistemnya yang makin kompleks.
Kamu dulu berlari di lapangan kosong.
Sekarang kamu berlari di jalan tol yang ramai, dengan ribuan pelari lain dan rambu-rambu baru.
Sebuah Siklus
Sekitar tahun 2010–2014, dunia developer masih berada di fase awal demokrasi istilahnya: Dimana:
- Resource terbatas, makanya kita rajin eksplor.
- Tools masih mentah, mau tak mau kita harus paham konsep dasar.
- Internet belum secepat sekarang, sehingga kursus menjadi hal spesial.

Dulu, nilai utama seorang programmer adalah kemampuan menciptakan.
Sekarang, kita hidup di era kelimpahan dan kompleksitas teknologi, di mana:
- Framework dan boilerplate bertebaran dan menjamur.
- Bermacam platform AI yang bisa bantu koding, generate UI, deploy serverless, hingga generate code dari NOL.
- Tutorial dan kursus sudah menjadi jualan kacang goreng di-era saat ini.
Kalau dulu:
Seorang programmer = builder, orang yang menulis kode, bikin sesuatu dari nol.
Sekarang:
Seorang programmer = decision-maker, orang yang memilih teknologi, arsitektur, dan arah solusi.
Rata-rata developer yang aktif di era 2010-an kemungkinan sekarang sudah di usia 30-40-an.
Di titik itu, prioritas hidup pun bergeser:
- tanggung jawab makin besar,
- waktu eksplorasi makin sempit,
- energi dan mental tidak se-fokus dulu.
Bukan karena kemampuan menurun, tapi karena kapasitas perhatian terbagi.
Sementara generasi baru datang dengan energi penuh, haus teknologi baru, dan secara alami lebih adaptif dengan ritme cepat.
Jadi ketika kamu bilang “banyak digantikan yang lebih muda”, itu memang bagian alami dari siklus industri. Tapi yang menarik:
Mereka cepat menguasai alat, tapi belum tentu paham konteks yang kamu miliki.
Selamat datang! Di era otomasi. Tetap Semangat!
Karena disitu-lah letak asyiknya! 😂
Leave a Reply